( HARI KELIMA ) Pagi ini, pagi yang berat! Nyamuk sialan. Tubuh saya lemas tak berdaya. PLN, PLN !!!! (PLN : Pegal, Linu, Ngilu ). Pingin banget cari tukang pijet, tapi ternyata Ruteng tidak menyediakannya. Semua kawan , meninggalkan saya di hotel jam 5 pagi, mereka semua berangkat ke Waerebo, sebuah pemukiman adat tradisional di ketinggian 1200 m. Kabarnya, pemukiman ini masih sangat alami, dan jarang dikunjungi wisatawan. Dikarenakan letaknya di lereng gunung, menggapai pemukiman waerebo bisa menjadi ajang pembuktian dan kemampuan diri dalam tracking hiking.

Setelah positif didiagnosa terkena malaria oleh dokter setempat, saya beristirahat sejenak. Tapi bagi seorang teguhgigoaryanto, berat rasanya liburan kali ini hanya berdiam diri di kamar. Bermodal informasi dari pihak hotel, saya mencoba mencari informasi soal tempat wisata di daerah terdekat. Ternyata ada sebuah tempat wisata yg sudah lama tidak pernah dikunjungi dan jarang dikunjungi oleh wisatawan, namanya Danau Ranamese, hanya berjarak 30 menit naik motor untuk ke tempat tersebut. Let’s go then!

Dengan membajak ojek motor, berangkatlah kami bertiga ( saya, tukang ojek, dan roda2 gila ) ke danau tersebut. Udara dingin dalam perjalanan menambah tubuhku yang sedang sakit menjadi ngilu setengah mati. Perjalanan kita kali ini benar-benar menanjak dan melewati hutan belantara yang sepertinya masih perawan, dan indah. Tak mungkin saya lewatkan begitu saja tanpa mengambil beberapa foto. Dengan tersesat beberapa kali, sampailah kita pada sebuah pos tiket masuk yang sepertinya sudah terbengkalai tak terurus. Alang2 hampir menutupi jalan setapak yang dulu mungkin pernah ramai dilewati oleh para wisatawan. Kemudian dari pos jaga dekat jalan, kita berjalan kurang lebih 400 meter sebelum akhirnya kita menemukan sebuah pemandangan yang mempesona hati dan visi. Dari ketinggian 50 meter diatas permukaan danau, saya melihat sebuah danau jernih, dan bening. Awesome..! Inilah The Abandon of Danau Ranamese.

Danau ini terlihat sangat angker dan misterius, mungkin karena itulah sebabnya daerah wisata ini sangat indah namun sangat sepi. Aura yang tercipta benar-benar menciptakan perasaan negatif, meskipun saya akui danau ini sangat indah. Mungkin cocok buat teman2 yang mencari daerah wisata yang misterius.

Danau ini terletak ditengah cekungan yang dikelilingi oleh hutan rimba yang lebat. Its so peaceful here. Untung saja saya ditemani sang ojek disini. Kalau saya sendiri, mana berani….., OGAH!

Setelah puas ber’kontemplasi’ dalam keheningan di Danau Ranamese, segeralah kami kembali ke Hotel Rima, karena haripun sudah menjelang magrib dan udara semakin dingin menusuk ke jiwa, raga dan batin. Dengan berlindung dibalik tubuh sang tukang ojek dari kedinginan yang amat sangat, saya-pun akhirnya dapat kembali ke hotel dengan badan yang remuk redam dan lebam dikarenakan penyakit saya yang makin menggerogoti, sembari menunggu kawan-kawan kembali dari Waerebo. Cant wait to hear their story…

Pukul 9 malam, akhirnya mereka semua kembali ke hotel dengan selamat tanpa kekurangan apapun.  Langsunglah kami bergegas check-out dari hotel, untuk langsung menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Kota Bajawa. Dalam perjalanan, mereka bercerita mengenai betapa terpencilnya perkampungan adat Waerebo. Dengan berjalan kaki selama 4 jam, mereka terus mendaki menuju perkampungan tsb. ( Gak heran, kalau jarang ada wisatawan bisa mencapai ke atas ). Waerebo, sering disebut sebagai “Negri di Atas Awan” dikarenakan perkampungan ini memang letaknya di atas awan, dalam artian yang sebenarnya.  Pemandangan selama mendaki ke perkampungan Waerebo adalah pemandangan yang mereka sebut sebagai “The Journey of the breathtaking scenery”. Mereka bisa melihat keindahan sebagian dari Tanah Flores dari jauh atas ketinggian.  Keindahan yang mengejutkan ini –lah yang membuat semangat untuk terus menuju ke “Negri di Atas Awan” makin terpacu. Sesampainya diatas, mereka dikejutkan oleh sambutan masyarakat adat yang begitu amat sangat “welcome” dengan dilakukan upacara sederhana.  Dan mereka juga dikagetkan ketika diinformasikan bahwa mereka adalah rombongan LOKAL yang ke 30, dari TOTAL 300 rombongan yang berkunjung ke perkampungan tersebut, dihitung dari awal tahun 2009. Soooo….selebihnya yang berkunjung ke atas adalah rombongan turis asing. ( Gak heran sih…).

Waerebo memiliki penduduk yang tidak banyak dan sangat-sangat ramah. Dan yang sangat menakjubkan adalah mereka memiliki bentuk rumah yang memiliki ciri khas yang sangat unik, yang tidak terdapat di daerah lain manapun di Indonesia. Rumah tsb memiliki bentuk kerucut dengan struktur kayu yang rumit tapi kokoh. Banyak mahasiswa arsitektur asing, mengunjungi perkampungan ini, untuk mempelajari rancangan kayu dari struktur bangunan tersebut.  Para mahasiswa asing tersebut, bahkan tidak segan-segan menginap beberapa hari untuk mempelajari karakteristik bangunan tsb, dihubungkan dengan adat-istiadat kehidupan penduduk Waerebo. Dan baru-baru ini, sebuah yayasan sosial dibantu oleh seorang arsitek dari Jakarta turut membantu merenovasi salah satu rumah adat yang sudah hampir roboh, dan membuat museum Waerebo. Wooow, kita patut acungi empat jempol (2 tangan+2 kaki) buat teman-teman sebangsa yang memiliki kepedulian besar akan kelestarian budaya saudara-saudara kita sendiri. ( sambil merenung dalam perjalanan malam menuju Kota Bajawa )…….